Jalanan desa yang masih lengang, ketika aku melintasi jalanan beraspal dengan kuda merah putih dan hitam. Jalanan desa yang begitu ku hafal, dengan pemandangan sawah di kiri kanannya. Pagi hari, tepatnya pukul 06.35 aku melaju dengan kecepatan sedang, berharap tidak terlambat, ya meskipun lebih banyak terlambatnya.
Pendar jingga langit di ufuk timur menandakan mentari telah terbangun dari singgasana mimpi indahnya. Ayam-ayam penduduk mulai berkeliberan di sekitar jalanan, hingga tak jarang menghentikan lajuku untuk menyilakan ayam-ayam itu menyebrang dan berkejaran dengan kawanannya.
"Terima kasih kakak." Batinku mengandaikan ayam itu mengucap terima kasih padaku.
Aku pun mengabaikan ayam-ayam itu dan terus memacu kuda merah, putih dan hitam melewati jalanan beraspal yang berkelok-kelok diselingi rumah-rumah penduduk yang mulai sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ibu warung yang membuka warungnya, nenek-nenek yang menyapu pelataran rumahnya, nenek-nenek yang berduduk santai di kursi rodanya, dan aktivitas warga di pagi hari.
Di tengah hiruk-pikuk suasana pagi rumah-rumah warga, sampailah aku di depan warung mie ayam Pak BG. Heran aku dengan warung itu, tak sekali pun aku melihat warung beliau buka. Aku pun menerka-nerka arti nama warung itu, apakah warung itu milik Pak Bagong ? Hingga beliau menyingkat dengan huruf BG, ataukah warung mie ayam Pak Bagor ? Ah aku jadi ingat temanku jika mengatakan kata Bagor, Hehe.
"Warung makan Bu NC, suatu hari nanti. Aaamiin. Apaan Nur? Warung makan Bu Nur Cantik. Hahaha." Aku manggut-manggut dan tersenyum sendiri jika melihat warung itu dan anganku untuk punya warung.
"Emang bisa masak buu ?"Tanyaku pada diri sendiri.
"Bisa donk, bisa bayar orang buat masak maksudnya, Aaaminin ajalah. When there is a want there is a way kan ya?" Aku menjawab sendiri anganku dengan mantap, sepercaya aku dengan firman Allah SWT, tepatnya Qs. Ar Raad ayat 79 yang berbunyi InnaAllaha Laayughoyiruma biqoumin hatta yoghoyiruma bi anfusihim, dan artinya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum tersebut mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Say good bye pada warung mie ayam Pak BG, dan sampailah aku di jalanan beraspal yang diapit sawah kiri dan kanannya. Hamparan sawah yang bertanamkan padi, setelah beberapa waktu lalu aku melihat para petani memanen melon. Kini padi-padi itu pun mulai menguning, tinggal menunggu musim panen datang dimana para petani akan berbondong-bondong bergotong royong memanen padi mereka. Suasana guyup yang hanya akan kita temui di desa, kala di kota setiap pertolongan dengan sesama harus tergantikan dengan imbalan berupa materi.
Tiang listrik yang menjulang berjajar dari utara ke salatan seolah menjadi saksi betapa nikmatnya menunggu. Ya, menunggu. Siapakah gerangan si penunggu itu? Lihat saja pada kabel-kabel yang terulur dari satu tiyang ke tiyang selanjutnya, bertengger rapi burung-burung. Burung apakah itu ya? Aku pun tak tahu, aku kira burung kutilang tapi nyatanya mereka tak berkicau, "Ku tilang, ku tilang, ku tilang." Itu burung nampaknya bercita-cita menjadi polisi apa ya? Itu sih kalau burungnya burung kutilang, sayangnya bukan dan dia tak mungkin menilangku. Wkwkwkwk... :-D
Burung-burung itu berbaris setiap pagi, bertengger dengan rapi, berkawan dan berhati nyaman dengan kawanannya. Aku kira mereka menunggu padi-padi itu, berharap kala petani belum ke sawah, mereka dapat mencicipi sedikit saja. Sedikit sih sedikit, tapi lihat kawanan mereka, jika aku hitung, 1, 2, 3, 4, bal...bla... 30. Hebat bukan kawan, jika burung saja berkawan dengan baiknya, menganti dengan rapinya menunggui sawah pak tani, kenapa ada manusia yang dengan lalai menyerobot antrian bensin, Astaghfirullah. Semoga kita bisa menahan diri dan menghargai hak orang lain.
#To be continued #10 Februari 2015 @Forza kala muadzin mushola Umar Binm Khatab telah mengumandangkan adzan isya.
No comments:
Post a Comment