Makalah Tanggung Jawab Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tanggung jawab merupakan keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab pendidikan menjadikan sesorang untuk menanggung segala kewajibannya berkaitan dengan pendidikan seseorang yang lain . Berkaitan dengan tanggung jawab itu pula sudah seharusnya setiap orang memiliki kesadaran akan pendidikan bagi anak-anaknya.
Pendidikan menjadi suatu kewajiban bagi setiap orang. Selain itu melihat betapa pentingnya pendidikan pemerintah pun mengeluarkan aturan bahwa setiap anak Indonesia wajib belajar 9 tahun. Selain itu dalam hadits nabi SAW berbunyi, “menuntut ilmu wajib hukumnya bagi orang muslim laki-laki maupun perempuan.”  Sudah seharusnya pendidikan menjadikan landasan bagi setiap orang dalam meraih ilmu untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Dalam makalah kami ini, kami hendak memaparkan mengenai tanggung jawab pendidikan dalam al qur’an. Tanggung jawab pendidikan dalam al qur’an berkaitan dengan ayat-ayat pendidikan dan orang-orang yang bertanggung jawab dalam pendidikan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari tanggung jawab pendidikan?
2.      Bagaimanakah tanggung jawab pendidikan dalam ayat-ayat  Al Qur’an?
3.      Siapa sajakah yang bertanggung jawab dalam pendidikan?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian tanggung jawab pendidikan.
2.      Mengetahui dan memahami tanggug jawab pendidikan dalam Al Qur’an.
3.      Mengetahui siapa saja yang ikut bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan pada anak didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tanggung Jawab Pendidikan
1.      Pengertian Tanggung Jawab Pendidikan
a.       Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb)[1]
b.      Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[2]

Dari beberapa pengertian di atas dapat kami tarik kesimpulan bahwa tanggung jawab pendidikan adalah keadaan wajib pada seseorang dalam rangka mewujudkan suasana belajar dimana peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara

B.     Ayat-ayat Tentang Tanggung Jawab Pendidikan
1.      Qs. At Tahrim ayat 6
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Ayat di atas memberikan tuntunan kepada kaum beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain dengan meneladani Nabi dan peliharalah juga keluarga kamu yakni istri, anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-berhala. Di atasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas meyiksa penghuni-penghuninya adalah malaikat –malaikat yang kasar-kasar hati dan perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut yang apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatukan – kendati mereka kasar- tidak kurang dan tidak juga berlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing penghuni neraka dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
Ayat enam di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki (ibu dan ayah) sebagaiman ayat-ayat serupa (misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orang tua bertanggungjawab kepada anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan suatu rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi olehh hubungan yang harmonis.[3]
Ali bin Abi Thalib ra, menegaskan maksud dari ayat ini bahwa cara untuk memelihara diri dari dan keluarga adalah dengan mendidik dan mengajari mereka. Artinya tarbiyah (pendidikan) memainkan peran signifikan dalam menentukan masa depan diri dan keluarga di akhirat. Mengabaikan masalah pendidikan ini berarti menjerumuskan diri dan keluarga ke dalam neraka.[4]
2.      An- Nisaa : 9
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ  
Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Dalam ayat ini yang diingatkan adalah kepada mereka yang berada di sekeliling para pemilik harta yang sedang menderita sakit. Mereka seringkali memberi aneka nasehat kepada pemilik harta yang sakit itu, agar yang sakit itu mewasiatkan kepada orang-orang tertentu sebagian dari harta yang akan ditinggalkannya, sehingga akhirnya anak-anaknya sendiri terbengkalai. Kepada mereka itu ayat 9 diatas berpesan: Dan hendaklah orang-orang yang memberi aneka nasehat kepada pemilik harta agar membagikan hartanya kepada orang lain sehingga anak-anaknya sendiri terbengkalai, hendaklah mereka membanyangkan seandainyamereka akan meninggalkan di belakang mereka, yakni setelah kematian mereka, anak-anak yang lemah, karena masih kecil atau tidak memiliki harta, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka atau penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak yang lemah itu. Jika keadaan serupa mereka alami, apakah mereka akan menerima nasehat-nasehat seperti yang merekaberikan itu? Tentu saja tidak! Kerena itu, hendaklah mereka takut kepeda Allah SWT., atau keadaan anak-anak mereka di masa depan. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah SWT. Dengan mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.
Seperti terbaca di atas, ayat ini ditujukan kepada yang berada di sekeliling seorang yang sakit dan diduga segara akan wafat. Pendapat ini adalah pilihan banyak pakar tafsir, seperti at-Thabari, ar-Razi, dan lain-lain. Ada juga yang memahaminya sebagai ditujukan kepada mereka yang menjadi wali anak-anak yatim, agar memperlakukan anak-anak yatim itu seperti perlakuan yang mereka harapkan kepada anak-anaknya yang lemah, bila kelak para wali itu meninggal dunia. Pendapat ini menurut Ibn Katsir, didukung pula oleh ayat berikut yang mengandung ancaman kepada mereka yang menggunakan harta anak yatim secara aniaya.
Muhammad Sayyid Tanthawi berpendapat bahwa  ayat di atas ditujukan kepada semua pihak, siapapun, karena semua diperintahkan untuk berlaku adil, berucap yang benar dan tepat, dan semua khawatir akan mengalami apa yang digambarkan di atas.[5]
Kandungan Al Qur’an Surat An Nisa’ Ayat 9 diatas, berpesan agar umat islam menyiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga anak mampu mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal kehidupan dimasa mendatang.

3.      Al Baqarah aya 133
÷Pr& öNçGYä. uä!#ypkà­ øŒÎ) uŽ|Øym z>qà)÷ètƒ ßNöqyJø9$# øŒÎ) tA$s% ÏmÏ^t7Ï9 $tB tbrßç7÷ès? .`ÏB Ï÷èt/ (#qä9$s% ßç7÷ètR y7yg»s9Î) tm»s9Î)ur y7ͬ!$t/#uä zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»yJóÎ)ur t,»ysóÎ)ur $Yg»s9Î) #YÏnºur ß`øtwUur ¼ã&s! tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÊÌÌÈ  
Artinya : Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”

Adakah kamu hadir ketika yaqub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anak nya? Tentu saja tidak! Kalau demikian, mengapa Allah memerintahkan bertanya tentang kehairan mereka, bukan bertanya tentang adakah pesan yang tercantum dalam kitab suci mereka. Ini, karena dalam taurat maupun injil- dalam bentuknya yang sekarangpun-tidak ditemukan perintah mempersekutukan Allah, sehingga tidak ada alasan lain yag dapat diajukan oleh mereka yang enggan menyembah Allah Yag Maha Esa, kecuali bahwa mereka sendiri yang pernah mendengarnya langsung.
Mengapa yang ditanyakan adalah kehadiran mereka pada saat-saat kedatangan tanda-tanda kematian? Kaena ketka itulah saat-saat terakhr dalam hidup.itulah saat perpisahan sehingga tidak ada wasiat lain sesudahnya, dan saat irulah biasanya dan hendaknya wasiat penting disampaikan. 
Yaqub adalah putra Nabi Ishaq As. Dia digelar Israil dan dialah kakek bani Israi. Beliau wafat tahun 989 SM dan dkuburkan bersama kakeknya Nabi Ibrahim As. Dan ayahnya Ishaq di Al khalil tepi barat sungai Yordan.
Selanjutnya, ayat diatas menjelaskan wasiat itu dalam bentuk yang sangat menyakinkan mereka ditanya oleh Yaqub, lalu satelah mereka sendiri menjawab, jawaban itulah yang merupakan wasiat yaqub: apa yang kamu sembah sepeninggal ku?  Mengapa redaksi pertanyaan itu “apa”  dan bukan “siapa” yang kamu sembah karena kata “apa” dapat mencakup lebih banyak hal dari kata “siapa”. Bukankah ada orang Yahudi selainnya yang menyembah makhluk tak berakal? Orang Yahudi pernah menyembah anak sapi, yang lainnya menyembah berhala ada lagi yang menyembah bintang, matahari dan lain-lain. Mereka menjawab: “kami kini dan akan datang terus-menerus menyembah Tuhan mu dan Tuhan nenek moyang mu yaitu Ibrahim, dan putra Nabi Ibrahim dan lagi paman mu yang sepakat dengan ayah mu yaitu Ismail dan juga ayah kandung mu wahai ayah kami Nabi Yaqub, yaitu Ishaq.
 Anak-anak Ya’qub yag dimaksud adalah yang digelar oleh al-qur’an dengan al-asbath, mereka ada dua belas suku dari empat orang ibu. Dalam perjanjian lama I Tawarikh: 2 nama-nama mereka dan ibu masing-masing disebutkan satu persatu.
Terlihat bahwa jawaban mereka amat gamblang. Bahkan, untuk menghilangkan kesan bahwa Tuhan yan merek sembah itu dua atau banyak Tuhan-karena sebelumnya mereka berkata”Tuhan mu dan Tuhan nenek moyang mu-maka ucapan mereka dilanjutkannya dengan penjelasan bahwa (yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunuk patuh keadanya, bukan kepada selainnya sipapun dia.”
Setelah menjelaskan wasiat itu dan setelah terbukti pula bahwa sebagian besar mereka enggan percaya kepada Nabi Muhammad Saw. Serta enggan mengikui ajaran Ibrahim-sebagaimana dijelaskan oleh al-qur’an- maka ayat berikut menganjurkan agar semua pihak tidak saling membenci, mencerca atau memutar balikan fakta tentang mereka.[6]
                     


4.      Qs. Hud ayat 42
}Édur ̍øgrB óOÎgÎ/ Îû 8löqtB ÉA$t6Éfø9$$x. 3yŠ$tRur îyqçR ¼çmoYö/$# šc%Ÿ2ur Îû 5AÌ÷ètB ¢Óo_ç6»tƒ =Ÿ2ö$# $oYyè¨B Ÿwur `ä3s? yì¨B tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÍËÈ  

Artinya :  “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.”
           
5.      Qs. Ibrahim ayat 35
øŒÎ)ur tA$s% ãLìÏdºtö/Î) Éb>u ö@yèô_$# #x»yd t$s#t6ø9$# $YYÏB#uä ÓÍ_ö7ãYô_$#ur ¢ÓÍ_t/ur br& yç7÷è¯R tP$oYô¹F{$# ÇÌÎÈ  

Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala”
       
Dari ayat ini dapat kita ambil beberapa faedah,diantaranya :
Rasa takut dan khawatir yang dirasakan
Nabi Ibrahim 'alaihissalam akan terjerumus ke dalam kesyirikan. Walaupun Beliau 'alaihissalam adalah seorang rasulullah, termasuk dalam golongan ulul 'azmi serta telah diangkat menjadi Khalilullah (kekasih Allah), tetapi Beliau 'alaihissalam masih senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari kesyirikan, bahkan dari kesyirikan yang sangat jelas sekalipun yang tidak seorangpun ragu akan kekafiran pelakunya. Maka, bagaimanakah dengan diri kita yang tidak ada bandingannya dengan Nabi Ibrahim 'alaihissalam ? Sudah sepantasnya kita lebih merasa takut kalau sampai terjerumus ke dalam perbuatan syirik, bid'ah, dan segala macam maksiat lainnya karena memang kita tidak aman dari itu semua. Terlebih lagi, karena syirik yang menimpa umat ini sangatlah samar. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam: Kesyirikan pada umat ini lebih samar dibanding seekor semut hitam di atas batu hitam dalam kelamnya malam. (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ahmad semisalnya)
Sebab utama
Nabi Ibrahim 'alaihissalam takut akan tergelincir dalam kesyirikan adalah karena telah banyak orang yang tersesat sehingga mereka menyembah pada berhala.
            Selain pada ayat-ayat dalam Al Qur’an, tanggung jawab pendidikan juga termaktub dalam hadits dari Ibn Umar ra, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Masing-masing kamu adalah penggembala dan masing-masing bertanggung jawab atas gembalanya, pemimpin adalah penggembala, suami adalah penggembala terhadap anggota keluarganya, dan istri adalah penggembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang diantara kalian adalah penggembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang di gembalakannya. (HR. Bukhari dan Muslim).


C.    Penanggung Jawab Pendidikan
Penanggung  jawab, atau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  pe·nang·gung ja·wab n orang yg bertanggung jawab. Dalam hal ini setelah kita berbicara mengenai tanggung jawab pendidikan berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, kemudian siapa sajakah penanggung jawab pendidikan tersebut? Hal ini perlu dibahas lebih lanjut, karena selain kita mengetahui bahwa pendidikan itu merupakan suatu tanggung jawab selain itu juga dapat memberikan kesadaran bahwa setiap yang bertanggung jawab dalam ranah pendidikan perlu untuk sadar dan melaksanakan tanggung jawabnya.


1.      Keluarga
Keluarga merupakan pondasi pendidikan pertama dan utama kepada anak didik. Hal ini karena lingkungan pertama yang dikenal dan mengajarkan bagaimana anak didik hidup adalah keluarga. Dari keluargalah anak didik dapat belajar cara berjalan, makan, bertata krama dalam hal berbicara dan bersikap kepada orang yang lebih tua.
Dalam hadits dari Rosululllah SAW yang berbunyi :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ

Bersabda Rasulullah SAW, setiap anak dilahirkan di atas  fitrahnya  maka  kedua  orang  tuanya lah  yang menjadikannya  seorang  Yahudi,  Nasrani  atau  Majusi. (HR. Bukhari)
Dari hadits di atas dapat kita ketahui pula bahwa orang tualah yang dapat menjadikan seorang anak itu memilih agamanya, yakni agama islam, yahudi, nasrani maupun majusi. Oleh karenanya betapa penting pendidikan alam kelurga itu karena orang tuanya lah yang dapat membimbing mereka ke surga atau pun ke neraka.
Adapun pendidikan yang harus pertama kali diberikan oleh orang tua/keluarga ialah:
a.       Pendidikan agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi pendidikan keluarga.
b.      Pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan islam , sebab tujuan tertinggi pendidikan islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.
c.       Pendidikan jasmani, Islam memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan bersemangat.
d.      Pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah.
e.       Pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at Islam. Diantara prinsip syariat Islam yang sangat erat berkaitan dengan pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwah Islamiyah.
Sebagian tanggung jawab yang diberikan oleh Islam kepada keluarga terdapat dalam Al-Qur’an:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim: 6)
Ibnu Amr bin al-’Ash menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ
Artinya:
Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat. (HR Abu Dawud dan al-Hakim).
Kebolehan memukul bukan berarti harus/wajib memukul. Maksud pukulan atau tindakan fisik di sini adalah tindakan tegas “bersyarat”, yaitu: pukulan yang dilakukan dalam rangka ta’dîb (mendidik, yakni agar tidak terbiasa melakukan pelanggaran yang disengaja); pukulan tidak dilakukan dalam keadaan marah (karena dikhawatirkan akan membahayakan); tidak sampai melukai atau (bahkan) membunuh; tidak memukul pada bagian-bagian tubuh vital semisal wajah, kepala dan dada; tidak boleh melebihi 10 kali, diutamakan maksimal hanya 3 kali; tidak menggunakan benda yang berbahaya (sepatu, bata dan benda keras lainnya).


2.      Guru
a.       Pengertian Guru
Dalam perspektif pendidikan Islam, guru disebut sebagai abu al-ruh, yaitu orang tua spiritual. Artinya setiap guru, khususnya yang beragama Islam terlepas apakah dia guru bidang studi agama atau tidak bertugas dan memiliki tanggung jawab dalam membimbing dan mendidik dimensi spiritual peserta didik sehingga melahirkan akhlakul karimah. Guru membawa misi penyempurnaan akhlak, sebagaimana misi diutusnya Rasulullah SAW.
اِنما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق   
Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Dalam paradigma Jawa , pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.
b.      Peranan dan tanggung jawab Guru dalam pendidikan
Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1)      Beriltizam dengan amanah ilmiah.
2)      Mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang dipelajari.
3)      Senantiasa mengikuti perkembangan teknologi terbaru dalam pengajaran ilmu yang berkaitan.
4)      Dari masa ke masa guru hendaklah menelusuri sudut atau dimensi spirituality Islam dalam pelbagai lapangan ilmu pengetahuan.
5)      Senantiasa memanfaatkan ilmu untuk tujuan kemanusiaan, kesejahteraan dan keamanan umat manusia.
6)      Haruslah mendidik dan mengambil tindakan secara adil

3.      Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Penididikan Islam
Besarnya tanggung jawab sekolah terhadap pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Dari pemaparan tanggung jawab sekolah sebelumnya pastilah sekolah memerlukan bantuan pihak lain demi kelancaran suatu system pendidikan. 
Dalam hal ini pemerintahlah yang harus pertama kali memberikan perhatiannya jika rakyat atau khususnya generasi yang merupakan ujung tombak kemajuan bangsa tidak diperhatikan kesejahteraannya maka kemajuan itu tidak akan segera terwujud. 
Hafsoh Fadiyah mengatakan bahwa dalam islam pemerintah adalah penggungjawab atas segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (sebagai pelayan umat, bukan majikan yang menindas ). Dan dalam hal ini pendidikan adalah salah satunya
Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa “ seseorang imam ( kepala Negara adalah pemimpin yang mengatur dan memelihara ) urusan rakyatnya maka ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap orang-orang yang dipimpinnya itu ( HR. Bukhari dan Muslim).
Di Indonesia pendidikan islam ditangani oleh departemen agama RI dimana penyelenggaraan dan pembinaan pendidikan para perguruan agama islam didasarkan pada keputusan menteri agama NO 6 tahun 1979 tentang penyempurnaan organisasi dan tata kerja departemen agama sebagai pelaksana keputusan presiden nomor 30 tahun 1978 didalam pasal 195 disebutkan bahwa fungsi direktorat pembinaaan agama islam antara lain :
a.       mempersiapkan perumusan kebijakan tekhnis dibidang pembinaan pendidik pada perguruan agama islam.
b.      melaksanakan pembinaan pendidikan pada perguruan agam islam yang meliputi kurikulum, tenaga guru dan sarana pendidikan. 
c.       melakukan evaluasi atas pelaksanaan pendidikan pada perguruan agama islam.
d.       melakukan pengendalian tekhnis atas pelaksanaan pendidikan pada perguruan agama islam.
e.       mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan bagi penyusunan rencana evaluasi peningkatan dan penyempurnaan pembinaan pada perguruan agama islam.

Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas maka tanggung jawab pemerintah terhadap kesejahtaraan khususnya pada pendidikan rakyat tersebut begitu besar . Seyogyanya tanggungjawab pemerintah ialah membebaskan seluruh biaya yang menyangkut tentang pendidikan generasi seterusnya.














DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Uhbiyantin,Nur. (1991) Ilmu pendidikan. Jakarta:Rineka cipta

KBBI offline 1.3 diakses pada tanggal 22 November 2013

Undang-undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003
Shihab, M, Quraish. ( 2002).Tafsir Al Misbah Cet,7. Jakarta : Lentera Hati
________________(2002).Tafsir Al – Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al – Qur’an Volume 1.Jakarta : Lentera Hati.
________________(2002)Tafsir Al – Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al – Qur’an volume 7. Jakarta : Lentera Hati.
Kusumah, Indra dan Vindhy Fitrianti. (2012). The Excellent Parenting Mendidik Anak Ala Rosulullah. Yogyakarta: Qudsi Media





                [1] KBBI offline 1.3 diakses pada tanggal 22 November 2013
                [2] Undang-undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003
[3] M, Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah Cet,7 (Jakarta : Lentera Hati, 2002),hlm.326
[4]Indra Kusumah dan Vindhy Fitrianti, The Excellent Parenting Mendidik Anak Ala Rosulullah, (Yogyakarta: Qudsi Media,2012),hlm.176
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al – Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al – Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati, 2002) hlm. 355
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al – Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al – Qur’an, hlm. 332

Comments