Thursday, 26 February 2015

Di Bang Jo Yang Sama

Seorang anak kecil bernama Jo sedang menyemir sepatu salah satu pelanggannya. Sebagai seorang penjaja asongan sekaligus penyemir sepatu, Jo senantiasa tekun dalam bekerja plus juga berdoa kepada Allah SWT.  Di suatu siang ketika bapak pulang dari sawah, Jo bertnya tentang suatu. Sesuatu yang ada di hatimu, sesuatu yang ada di benaknya, sesuatu tentang namanya.

"Wahai bapakku, kenapa bapak memberi nama aku dengan nama Jo?" Tanya Jo kepada bapaknya sambil terus menyemir sepatu.

"Ada apa gerangan wahai anakku ? Kenapa kau menanyaiku seperti itu?" Bapak menyeringai curiga kepada anaknya, Jo.

"Wahai bapakku, tadi siang ada seorang pengemudi kendaraan bermotor yang berteriak-teriak di dekat lampu lalu lintas ketika aku sedang menyemir sepatu Pak Bagong di warung mie ayam. Dan tahukah wahai bapakku, apa yang dia ucapkan?" Jo bersungut-sungut bercerita dengan nada sebal.

"Apakah gerangan yang orang itu katakan wahai anakku?" Bapak beringsut mendekati Jo, anaknya.

"Bang Jo !!! Bang Jo !!! Bang Jo !!! Dan aku pun mendekati orang itu, aku kira dia memanggilku abang wahai Bapakku, seperti si cantik Memei yang memanggilku dengan sebutan bang Jo." Senyum sumringah kembali menghiasi wajah anak seusia delapan tahun itu.

Bapak mengulum senyum pun tawa, hampir saja dia meledakan bom tawa di bibirnya. Bapak mengerti bahwa, orang yang menyebut lampu lalu lintas dengan sebutan Bang Jo adalah orang jawa, seperti bahasa temannya dulu waktu merantau ke Jogja.

"Wahai anakku, mungkin dikau perlu belajar banyak bahasa. Janganlah dirimu mengungkung diri dengan bahasa ibumu, bahasa daerahmu sendiri, hingga kelak kau mampu, memahami perkataan orang lain." Kata bapak menasihati anaknya.

"Ok dah, wahai bapakku. Tapi  kenapa orang itu  berteriak Bang Jo di lampu lalu lintas wahai bapakku?" Tanya Jo penuh tanda tanya.

"Oh, orang itu meneriaki orang-orang supaya berhenti di lampu merah nak, karena orang-orang di negeri ini tidak semua sadar lalu lintas. Bukan begitu Bang Jo." Bapak terkekeh, menjawab pertanyaan anaknya.

"Benar juga Wahai bapakku," Manggut-manggut takzim.

No comments:

Post a Comment