PENDIDIKAN KARAKTER BAGI PEJABAT, PERANGI KORUPSI


Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tiada henti  melakukan tugas wajibnya. Kembali lagi KPK menemukan kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara. Dan kembali pula KPK harus mengusut tuntas aksi tindak korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara yang silih berganti tiada henti saling berlomba berkorupsi. Mulai dari proyek hambalang, simulator SIM, hingga proyek pengadaan Al Qur’an. Semua proyek yang ada tidak luput dari kongkalikong pejabat yang tidak bermartabat dalam mengemban amanat rakyat.
            Kasus demi kasus mencuat di media massa baik media cetak maupun elektronik. Kasus yang mencoreng nama sendiri tanpa memperdulikan harga diri penyandang  pejabat berdasi, yang punya hobi baru suka korupsi. Tanpa tendensi awak media gencar memberitakan berita-berita korupsi yang menjadi santapan rakyatnya sehari-hari. Tiada lelah silih berganti awak media berburu berita untuk sesuap nasi yang pada kenyataannya mengundang kontroversi rakyat karena tahu wakil-wakil mereka hanya pintar mengobral janji ketika pemilu untuk melalukan korupsi di kemudian hari dengan jabatan yang dimiliki.
            Dengan bebasnya ekspos dan share informasi di zaman modern seperti sekarang ini. Informasi-informasi yang tiada tahu malu dan menjatuhkan harga harga diri. Siapa sangka dengan derasnya perkembangan IPTEK ini justru digunakan untuk mengumbar kecurangan-kecurangan yang tiada henti. Ketidakadilan, kecurangan, kejahatan, dan yang paling populer adalah budaya korupsi yang dilakukan oleh pejabat dalam negeri. Berita yang tiada henti mengenai korupsi para pejabat. Di sisi lain masih banyak rakyat miskin dengan susah payah setiap hari mencari sesuap nasi, alangkah kecewanyanya mereka setiap hari disuguhi berita-berita korupsi para wakilnya di pemerintahan. Dengan berat hati mereka menahan emosi dan memendam tanya sampai kapankah penderitaan ini jika pemimpin kami saling berlomba menggemukan kantong sendiri.
            Negara demokrasi, ya itulah sebutan untuk negara ini. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni demos berarti rakyat, kratos yang berarti pemerintahan. Maka jika digabungkan berarti pemerintahan rakyat, pemerintahan yang berada di tangan rakyat. Rakyatlah sang pemimpin dari sebuah negara yang berpaham demokrasi. Demokrasi memiliki dua macam versi, yakni demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Lalu termasuk yang manakah Indonesia itu? Tentu saja menganut demokarsi perwakilan. Semboyan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat pun tiada pernah terlupakan. Memang benar bukan? Ya tentu saja seperti itu. Akan tetapi penerapan demokrasi di indonesia hanya sebatas teori dan sedikit praktik. Bisa dilihat praktik demokrasi dalam pemerintahan dimana rakyat hanya memilih wakilnya ketika  pemilihan saja. Setelahnya sedikit sekali dari mereka dalam mengambil kebijakan bermufakat dengan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan yang pada akhirnya hanya menuai kotroversi dan aksi anarkhis para mahasiswa maupun mahasiswi menentang kebijakan yang tiada pernah memihak kepada rakyatnya itu.
Ratusan uang rakyat  digunakan untuk berfoya-foya, bahkan bermilyar-milyar uang rakyat habis untuk menggemukan kantong para pejabat negeri sendiri. Lalu dimanakah wujud demokrasi yang sesungguhnya? Demokrasi yang memihak kepada rakyat. Demokrasi sebagai lawan daripada pemerintahan yang otoriter. Pada praktiknya hanya nol besar. Cukup sudah negeri ini digerogoti harta bendanya bahkan moralnya oleh penjajah negeri asing. Sekarang pejabat bangsa sendiri memakan uang rakyat. Lalu apa bedanya mereka ? para pejabat yang duduk di kursi panas senayan dengan penjajah yang selama 350 tahun bahkan lebih menjajah negeri ini?
Bagaikan musuh dalam selimut para koruptor itu. Merekalah sang pemimpin bangsa yang digadang-gadang mampu mensejahterkan rakyatnya yang ingkar dan  berbalik arah memiskinkan rakyatnya demi kekayaan diri semata. Lalu apa bedanya mereka dengan penjajah di masa lalu? Mungkin mereka tidak mengeruk kekayaan alam negeri ini untuk kemudian diangkut ke negeri lain, tapi justru uang rakyat sendiri disimpannya dengan rapi untuk kepentingan pribadi. Dan semua itu lebih menyakitkan bagi rakyat di negeri ini. Bagaimana tidak? Rakyat seolah ditipu dengan janji-janji manis sang pejabat sebelum mereka memangku jabatan. Bagaikan kacang yang lupa akan kulitnya para koruptor menikmati uang rakyat tanpa peduli darimana mereka dapat memangku jabatan dan bagaimana pula rakyat sangan menghormati mereka dan menaruh harap untuk kesejahteraan hidup bangsanya. Betapa mahalnya harga kejujuran di negeri ini, hingga tiada proyek yang luput korupsi.
Negeri ini butuh pemerintahan yang bersih. Bersih dari ketidakjujuran pejabat, bersih dari kongkalikong pengadaan proyek berkedok korupsi, dan bersih dari suap menyuapi dengan uang milik rakyat sendiri. Uang memang bukan segalanya akan tetapi segala sesuatu harus dibeli dengan uang. Itulah budaya materialistis yang sedang membudaya di negeri ini. Proyek dan aktivitas apa pun jika tidak ada uang pelicin seolah enggan untuk melaju, dan semakin banyak pelicin yang diberikan semakin kencang pulalah kinerja manusia zaman sekarang dan itulah uang.
Sudah saatnya negeri ini sadar diri. Sampai kapan akan menjadi negeri makmur dan sejahtera jika hobbinya korupsi? Seharusnya para pejabat tahu diri. Uang siapa yang mereka korupsi, dan untuk siapa mereka menjabat di negeri ini. Bukankah semboyan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sudah begitu cetar membahana sekali? Dimanakah hati nurani sang pejabat mengapa tega menggerogoti uang rakyat? Rakyat yang semakin hari semakin melarat dan tidak lama lagi mungkin sekarat. Realitanya rakyat semakin miskin dan kehidupan mereka belum  terjamin. Butuh sekali pejabat yang rajin bercermin, bercermin akan eksistensi mereka sebagai pemegang amanat rakyat.
Sudahi saja perih ini sang rakyat berdendang dalam hati kecil mereka. Tentu saja mereka merintih sedih setiap hari disuguhi berita-berita korupsi oleh para pejabat yang dipilihnya dengan tangan sendiri. Mendapat balasan apa mereka? Kenyataan yang mengharuskan rakyatnya menangis perih, kotroversi di sana-sini. Seolah rakyat hanya dibodohi demi memuluskan ambisi-ambisi keduniaan para pejabat negeri ini. Bukan menyalahkan pers dan media dengan adanya transparasi berita-berita di era reformasi dan globalisasi ini. Akan tetapi krisis percaya pada pejabat di negeri yang sudah tidak lagi amanat ini mungkin tidak ada lagi.
Norma agama mengajarkan kejujuran dan kepemimpinan yang tangguh demi kesejahteraan rakyatnya. Sebuah hadits Rosulullah SAW yang berbunyi, “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari dan Muslim). Berpegang teguh pada hadits tersebut sudah jelas sekali bahwa agama islam mengajarkan bahwa setiap pemimpin harus mempertanggungjwabkan kepemimpinannya itu dan setiap individu adalah pemimpin bagi individu yang lain. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa negeri ini mayoritas adalah muslim. Sudah seharusnya para pemimpin di negeri ini mengindahkan norma-norma agama yang mereka anut. Tidak dipungkiri pula bahwa dalam ajaran agama lain pun akan juga mengajarakan kejujuran dalam mengemban suatu amanah kepemimpinan.
Menyadari akan eksstensi diri, menanamkan niat ikhlas dengan niat mengabdi bagimu negeri dan menjadi pemimpin amanah bagi negeri ini sudah seharusnya direnungkan oleh pemimpin negeri ini. Sampai kapan mau memiskinkan rakyat sendiri, dan sampai kapan akan merugikan orang lain? Sudah saatnya negeri ini berbenah diri melalui kesadaran para pejabat, akan kesadaran akibat hobbi korupsi yang merajalela dan membudaya bagi kemajuan bangsa. Menilik kembali tujuan menjadi pejabat, apakah untuk mensejahterakan rakyat ataukah memelartkan rakyat. Hal ini harus dipertegas dan diperjelas untuk memastikan bahwa rakyat akan benar-benar dapat percaya dan mereak mampu mengemban amanah dengan arfi bijaksana.
Pendidikan karakter bagi para siswa digembar-gemborkan, lalu apa bedanya dengan pejabat. Harusnya para pejabat itulah yang perlu diberi pendidikan karakter sejak dini secara rutin. Tidak ada kata terlambat bukan? Tentu saja pendidikan karakter itu juga perlu supaya para pejabat sadar akan pentingnya kesadaran anti korupsi. Korupsi yang membudaya di negeri ini harus segera diberantas tuntas sampai ke akar-akarnya. Korupsi sangat merugikan rakyat kecil, bangsa dan negara sendiri. Bagaimana dan kapan negara ini mau maju jika budaya yang dipupuk adalah budaya korupsi. Jika korupsi tidak segera diberantas ujung-ujungnya akan menurun ke anak, cucu, cicit, dan generasi-generasi masa depan. Dan kemajuan negeri ini tinggalah impian semata.
Pendidikan karakter yang menekankan kepada kecerdasan emosional dan spritual sudah saatnya digalakkan kepada para pejabat di negeri ini. Tentu saja pendidikan karakter ditekankan pada ranah emosi dan spritual, bukan ranah intelegensi. Sudah kita ketahui bersama bahwa para pemimpin yang duduk di kursi pemerintahan adalah orang-orang yang pintar dan berpendidikan tinggi, dan sudah tidak diragukan lagi kepintarannya. Kecerdasaan emosi untuk lebih peka kepada sesama dan kecerdasan spritual agar lebih dekat dengan Tuhannya. Dengan emosi yang terkontrol para pejabat akan bisa memegang amanah dengan memperhatikan bahwa mereka duduk di bangku pemerintahan adalah sebagai wakil rakyat yang siap mensejahterakan kehidupan rakyatnya. Sedangkan kecerdasan spritual yang meningkat bagi para pejabat, supaya mereka mampu melaksanakan amanah dengan ikhlas dan berpedoman bahwa kinerja mereka dilihat oleh Tuhan sebagai wujud pertanggungjwaban mereka sebagai pemimpin dan pemegang amanah di kemudian hari.
            Pendidikan karakter bagi para pejabat dapat diwujudkan dalam bentuk workshop, pengajian bagi pejabat muslim dan pencerahan rohani bagi penganut agama kritiani yang diadakan secara rutin setiap beberapa minggu sekali. Hingga pada akhirnya nanti diharapkan kesadaran para pejabat untuk bertindak jujur dan amanah dalam mengemban amanah rakyat semakin tinggi. Pelaku korupsi akan semakin terkikis habis dan negeri ini mampu mewujudkan mimpi-mimpinya mejadi negara maju. Dengan demikian budaya korupsi sudah saatnya dibasmi bersama hingga tidak akan menurun kepada generasi bangsa yang akan datang. Dan semoga pendidikan karakter bagi para pejabat dapat menjadi solusi terbasminya budaya korupsi di negeri ini untuk menyambut negeri makmur bebas korupsi. Aamin inya me� e 0 �$( . Dengan demikian budaya korupsi sudah saatnya dibasmi bersama hingga tidak akan menurun kepada generasi bangsa yang akan datang. Dan semoga pendidikan karakter bagi para pejabat dapat menjadi solusi terbasminya budaya korupsi di negeri ini untuk menyambut negeri makmur bebas korupsi. Aamin.

Comments

Popular Posts