“Anak
siapa kamu ?” kata seorang Bapak kepada anaknya ketika memperoleh juara kelas.
Pertanyaan itu sering sekali terdengar oleh orang tua atau pun orang lain untuk
menunjukan rasa bangga mereka terhadap prestasi anak. Begitu pula ketika ada
seorang anak yang berperilaku nakal dan bandel, pertanyaan yang orang lontarkan
“Anak siapa kamu?”. Selain itu juga lebih parah lagi orang dewasa menanggapi
kenakalan anak dengan mencerca orang tuanya, entah itu mengatakan “Tak pernah
diajari sopan santun apa?”. Seolah orang tua adalah kunci dari segala sepak
terjang anak di lingkungannya.
Tidak mengherankan jika baik atau
buruknya tingkah laku dan karakter seorang anak diukur dari siapa orang tuanya.
Secara memang orang tualah yang berperan penting dalam pendidikan karakter
pertama dan utama anak. Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama (first
eduction) bagi setiap anak. Lalu siapakah ujung tombak pengarah sekaligus
pendidik terhebat bagi karakter anak? Tentu saja dialah yang sering kita sebut
dengan sebutan ibu, mama, simbok (dalam Bahasa Jawa), mother, maupun
ummi. Semua sebutan itu yang pada intinya adalah untuk menyebut orang
yang sangat berjasa telah melahirkan kita kedunia ini.
Seorang ibu yang hebat adalah ibu
dimana dia mampu mengantarkan anak-anaknya mengerti hakikat hidup dan untuk
mencapai cita-citanya. Ibu juga berperan sebagai pendidik ahlaq anak. Di era
modern seperti saat ini dapat kita lihat bahwa kebanyakan seorang ibu cenderung
lebih memilih menjadi wanita karier dan mengabaikan tugas pokoknya sebagai
pendidik bagi anaknya. Mereka lebih mempercayakan anaknya pada babysitter maupu
tempat penitipan anak yang ada karena sedikitnya waktu ibu untuk anaknya.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiap
bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala) (HR.
Bukhari). Berangkat dari hadits tersebut maka tidak salah jika seorang anak itu
dicerca karena tingkah lakunya karena orang tualah yang menjadikan mereka baik
atau pun buruk dalam berperilaku. Dalam hal ini eksistens seorang ibu sebagai
pendidik dipertanyakan. Sudahkah seorang ibu itu mendidik anaknya dengan benar?
Ibu adalah pendidik pertama dan
utama dalam keluarga. Dari keluargalah karakter pertama anak dibentuk. Seorang
anak akan lebih membutuhkan kasih sayang dari ibunya daripada babysitter.
Antara ibu dan anak memiliki ikatan batin yang erat dimana kasih sayang seorang
ibu bagi sang anak sudah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ibu bagaikan malaikat yang
di utus di dunia untuk menjaga dan mendidik setiap anak dalam kehidupannya.
Seperti kita ketahui bahwa satu per
satu pemimpin di negeri ini telah kebakaran jenggotnya karena korupsi. Akibat
yang ditimbulkan selain merugikan rakyat, juga bagi keluarga tersangka tindak
pidana korupsi (TIPIKOR) lebih mengalami penderitaan batin. Bagaimana tidak?
Sebagai keluarga baik orang tua, istri anak dari pelaku justru mendapat
cemoohan dari masyaratkat sekitar akibat perbuatan tidak terpuji yakni korupsi.
Seorang anak dari pelaku TIPIKOR bisa saja diejek oleh teman-temannya di
sekolah karena pemberitaan ayahnya melakukan korupsi, dan secara langsung itu
telah menyakiti anak secara psikis untuk ukuran anak SD. Lalu bagaimana dengan
anak TIPIKOR yang telah remaja bahkan dewasa? Mereka justru akan memberontak
dan kecewa dengan perbutan tidak terpuji tersebut.
Maraknya pemberitaan di media massa baik media
cetak maupun elektronik semua tidak luput membicarakan masalah korupsi yang
dilakukan oleh para pemimpin di negeri ini. Seorang ibu yang tanggap akan
informasi dan peduli akan generasi masa depan sudah seharusnya prihatin dan
memikirkan bagaimana cara menanggulangi budaya korupsi yang semakin membudaya
di negeri ini. Ibu sebagai pengurus rumah tangga dan lebih banyak tentunya
waktu luang untuk menonton tv, membaca koran bahkan akses internet kaitannya
dengan pemberitaan pemimpin-pemimpin Indonesia yang semakin hari semakin banyak
pelaku korupsi diberitakan, sudah seharusnya seorang ibu untuk tanggap
informasi agar kelak anak-anaknya tidak menjadi seperti para pemimpin tersebut.
Seorang ibu harus berupaya melalui memberikan pengertian anaknya dengan korupsi
itu apa dan apa akibatnya, kepada anak sejak dini.
Peran ibu sebagai pendidik
calon-calon generasi masa depan bangsa. Melalui keluarga sebagai pendidikan
karakter pertama dan utama bagi anak, maka seorang ibu sangat berperan penting
dalam menanamkan karakter anti korupsi sejak dini kepada anak. Dalam memberikan
pengertian akan hakikat korupsi kepada anak dapat dilakukan dengan cara membuat
cerita yang dikarang sendiri kemudian membacakan cerita tersebut pada anak,
menanyakan kembali isi cerita pada anak dan yang terakhir menyampaikan amanat
cerita tersebut.
Dengan
memberikan pengertian apa hakikat korupsi dan dampaknya bagi pelaku serta orang
lain maka diharapkan mereka akan semakin mengerti bahwa korupsi itu tindakan
yang tidak terpuji. Sehingga di kemudian
hari ketika anak itu menjadi pemimpin bangsa, dapat menjadi pemimpin yang
amanah dan bijaksana serta dapat mengayomi rakyat sekaligus menjamin
kesjahteraan rakyatnya. Bukan menggerogoti uang rakyat seperti para tindak
pidana korupsi (TIPIKOR) yang mendadak naik daun karena perilaku tidak
terpujinya.
Jadi
sebagai seorang ibu dan sebagai pendidik pertama dan utama bagi karakter anak,
sudah saatnya seorang ibu membenahi diri dan mematangkan kiprahnya sebagai
pendidik pertama bagi anaknya melalui keluarga. Tidaklah harus seorang ibu
terjun langsung menangkap para TIPIKOR untuk mengentaskan budaya korupsi di
negeri ini. Cukup dengan mendidik dan menanamkan budaya anti korupsi sejak dini
kepada anak sehingga kelak menjadi calon pemimpin yang adil, bijaksana dan
mensejahterakan rakyat. Aamiin.
No comments:
Post a Comment