Monday, 6 May 2013

HIJAB BARU AIRA


Seperti biasa Aira bangun di pagi buta dimana orang-orang masih terlelap dalam mimpi indah mereka. Aira keluar dari rumah yang sangat sederhana milik neneknya yang hanya beratapkan genteng yang sebagian telah bocor dan berdindingkan anyaman bambu. Aira membuka pintu samping rumah untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat tahajud.
            Di luar udara sangatlah dingin, hingga mengurungkan niat setiap orang untuk beranjak dari tempat tidurnya. Tapi tidak bagi Aira, dengan niat dan kemauan yang kuat dia berusaha bangun untuk mengambil air wudhu yang dingin dan melaksanakan shalat tahajud. Sambil memandang ke langit dia melihat bintang-bintang di menjelang pagi. Bintang itu seolah tersenyum padanya. Aira tersenyum sendiri memandangi bintang-bintang nan indah yang diciptakan Allah untuk menghiasi gelapnya langit malam. “Subhanallah , kau adalah hiasan nan elok yang selalu memberiku semangat untuk bersinar wahai bintang”. ucapnya dalam hati.
            Di dalam shalatnya dia meminta kepada Allah Yang Maha Kuasa supaya dijadikan anak yang shalehah, dilancarkan dalam menuntut ilmu dan satu hal yang selalu diinginkannya adalah memperoleh uang untuk membeli hijab baru. Sebagai anak yang hidup bersama nenek jauh dari orang tuanya Aira hanya hidup seadanya. Dia hanya bisa membeli baju ketika lebaran, ketika ibunya pulang dari Malaysia. Sudah dua tahun ini ibunya merantau menjadi TKW di Malaysia, untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Ayahnya telah tiada, hingga ibu sebagai tulang punggung keluarga harus banting tulang mencari risqi untuk menyambung hidup. Nenek setiap hari membuat makanan pisang goreng dan aneka gorengan untuk dijual keliling kampung. Aira sedih melihat nenek yang sudah tua masih berjalan jauh mengelilingi kampung untuk menjajakan dagangan. Aira pun meminta nenek supaya menyisihkan sebagian barang dagangan untuk dititipkan di kantin sekolah.
                                                                        * * *
            Pada siang hari yang sangat panas Aira berjalan menyusuri jalan menuju rumahnya. Rasa lelah dan lapar mengusik dirinya untuk bergegas pulang secepat mungkin. Akan tetapi matanya tertuju pada sebuah selembar kertas dengan desain yang bagus dan warna mencolok   yang ditempelkan di papan tempat memasang koran harian dekat jalan itu. Dia berhenti sejenak untuk melihat-lihat adakah info yang menarik dari serentetan kertas yang dipajang di papan itu. Kemudian dia membaca selembar kertas beresain bagus itu. “LOMBA MENULIS CERPEN MUSLIMAH” dari tabloid MODIS. Hadiah untuk juara I : Voucher Belanja Rp.500.000, juara II Rp. 300.000, dan juara III Rp. 200.000.
“Oh, ternyata lomba menulis cerpen. Apakah aku bisa menulis? Apakah aku percaya diri mengirimkan cerpenku? Sama sekali belum pernah diriku ini mengirimkan cerpen ke media masa bahkan lomba. Tuhan, beriku petunjuk-Mu. Seandainya aku menang, aku ingin membeli hijab baru. Hijab yang ku pakai sudah memudar warnanya. Aku ingin tampil modis seperti model yang aku lihat di tabloid MODIS kepunyaan Rina kemarin.”kata Aira dalam hati.
            Aira mengeluarkan buku dan bolpoin dari dalam tasnya kemudian menulis pengumuman lomba yang ingin dia ikuti. Dengan motivasi yang kuat dan berharap akan menang dia dengan semangat menumbuhkan rasa percaya diri untuk mengikuti lomba menulis cerpen itu.
                                                                        ***
            Pukul 20.00 WIB, nenek sedang berada di kursi reyotnya. Maklum kursi itu sudah sangat tua ditelan usia karena dari rupa penampakannya menunjukan betapa berharganya dia menemani hari-hari nenek setelah kakek pergi mengahdap Tuhan lima tahun lalu. Nenek sedang mengaji. Setiap malam nenek dengan kacamata besarnya selalu berusaha melantunkan ayat suci Al Qur’an. Dari balik kamar Aira menunggu nenek selesai mengaji untuk memberitahukan keinginannya mengikuti lomba menulis cerpen.
            Setelah nenek selesai mengaji. Aira pun menemu nenek dan mengutarakan niatnya itu kepada neneknya.
“Nek, sudah selesai ngajinya?” kata Aira mengawali pembicaraan.
“Sudah ra. Kamu juga sudah selesai belajar? Kalau sudah segeralah tidur an bangunlah lebih awal untuk shalat tahajud ya nduk.” Kata nenek pada Aira.
“Sudah Nek. Tapi Aira ingin memberitahu nenek tentang lomba menulis cerpen yang ku lihat di papan pemasangan koran di pinggir jalan tadi siang. Aira ingin ikut lomba nulis nek, bagaimana pendapat nenek?”kata Aira.
“Lomba menulis? Apakah lomba itu mengharuskan membayar dulu nduk? Nenek masih ada uang sedikit jika kamu membutuhkannya untuk mendaftar?” kata nenek.
“Tidak nek, lomba itu tidak dipungut biaya. Jadi Aira hanya ingin minta izin dan doa restu nenek saja supaya dilancarkan dalam menulis dan diberi kemudahan oleh Allah untuk memenangkan lomba.”kata Aira.
“Tentu nduk, nenek mengizinkan dan akan mendoakanmu supaya lancar dan diberi kemenangan oleh Yang Maha Kuasa”. Kata nenek.
“Terima kasih nek. Kalau begitu, Aira akan segera tidur agar besuk bisa bangun pagi .”kata Aira.
“Iya Nduk”. Kata nenek.
***
            Aira pun telah menyelesaikan cerpen yang ia buat. Dia berharap akan memperoleh uang hadiah lomba untuk membeli hijab baru. Hijab yang ia dambakan seperti yang dilihatnya di salah satu tabloid ternama yakni “TABLOID MODIS” beberapa hari yang lalu. Kemudian dia menuju ke warung internet terdekat untuk mengirimkan cerpennya melalui email dengan uang saku yang ia sisihkan untuk menyewa komputer. Aira pun mengirimkan cerpennya itu dengan bersemangat.
***
            Dua minggu berlalu setelah pengiriman cerpen itu. Aira masih melakukan aktivitasnya sekolah di SMK sambil menjual dagangan nenek di kantin. Saat jam pelajaran selesai Aira tiba-tiba dipanggil oleh ibu Isna untuk mengikutinya menuju ruang guru. Aira pun pergi ke kantor bersama bu Isna.
            Di ruang guru, bu Isna menyerahkan amplop yang bercap pos. Dan ternyata berasal dari panitia lomba. Dibukanya amplop dan di situ dia menemukan kertas piagam dan amplop kecilyang berisi  uang Rp. 500.000.
“Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah.” Kata Aira.
                                                                        ***
            Keesokan harinnya tepatnya hari Minggu. Aira mengajak Nenek ke pasar. Nenek sangat bangga kepada cucunya. Dalam hati nenek terharu karena tidak bisa membelikan hijab untuk Aira yang telah kusut dan hampir memudar warnanya. Kini Aira sudah bisa membeli hijab baru dengan uang jerih payahnya sendiri dan dia dapat tampil modis mengenakan hijab model terbaru barunya. Aira pun tidak lupa membelikan baju untuk nenek.
“Alhamdulillah Ya Allah terima kasihku pada-Mu karena karunia-Mu ini. Hamba dapat membeli hijab baru” Aira berucap dalam hatinya.

No comments:

Post a Comment